GURUKU

Sabtu, 18 Mei 2019

Karyaku 2 (Bu Guru, Aku Masih Suka Bermain Kereta-Keretaan!)



1
BU GURU, AKU MASIH SUKA BERMAIN KERETA-KERETAAN!

Oleh:
Imro’atun Nafi’ah, S.Pd.I.


Ternyata dan kenyataannya mereka, peserta didikku kelas IX yang badannya besar-besar. Selain itu, tinggi badannya  melebihi gurunya.  Tak kusangka, mereka masih suka bermain kereta-keretaan.
Aku berjalan setapak demi setapak dengan langkah yang pasti. Menata hati, teriring harapan menatap sang pertiwi berkibar. Terbayang kesantunan dan keelokan rupa anak negeri. Perjalananku ke ruang kelas terasa sangat panjang. Tatkala selempang kisah-kisah keperihan negeri ini, bergelembung menari di depan nyataku. Mulai semaraknya penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas di kalangan remaja, pembunuhan, perampokan, sampai korupsi. Kuingat kondisi itu, serasa tercoreng malu mukaku. Meskipun aku bukan seorang Presiden, seperti Pak Jokowi ataupun Pak Bupati heeemm.... Aku hanyalah seorang guru yang tiap minggu masuk ke kelas dua jam pelajaran.
Kini menapak kakiku di kelas ini. Ya... disini dimulai. Langkah kecil inilah yang mengantar menuju kesana. Semoga.
Wajah masa depan pertiwiku kini berada di tatapanku. Seolah akulah sang pelukisnya.  Hari ini Selasa di kelas IX A,  dua puluh tiga murid menatap diriku. Menanti apa yang hari ini mereka lakukan, dan menanti apa yang akan kuucapkan. Ku mulai salam harapan keselamatan untuk muridku dunia dan akhirat. Dengan jawaban serempak, menandakan kesiapan mereka belajar hari ini. Lantunan Surat At Tiin menggema di telinga selama satu semester ini, dari lisan mereka. Untuk harapan terbukanya hati dan sirnanya kegalauan hati remaja masa kini. 
Tak seperti biasa, kini aku dihadapan mereka. Aku katakan kepada mereka bahwa hari ini mereka akan bermain. Bak anak TK yang menemukan mainan, mereka sangat senang sekali. Mereka berkelompok, dan satu orang yang mereka pilih mengambil satu amplop yang kuletakkan berjajar di tengah meja guru. Satu per satu dari 3 amplop yang kujajar habis mereka ambil. Selanjutnya, tiga orang pilihan dengan amplopnya kembali ke kelompoknya dengan senyum dan tawa penasaran kiranya apakah isi amplop tersebut. Tak sabar langsung dibuka amplopnya, dan dibacalah selembar surat dariku. Mencoba memahami dan langsung beraksi keluar kelas tanda mereka mengerti perintah yang tertulis di surat itu.
Bermain mereka di luar kelas memenuhi surat yang mereka terima. Tidak ada yang tidak bergerak, semua bergerak riang mengumpulkan gerbong-gerbong kereta yang tercecer di lapangan. Dan mereka menemukan dan memegang satu gerbong yang bertuliskan potongan hadist tentang menuntut ilmu. Tanpa diperintah, dengan senang hati mereka berlari-lari mencari teman-teman  yang  lain. Sehingga tersusunlah hadist yang sesuai.


gambar 1. kereta hadits

Dan kusaksikan kini mereka berjalan berkeliling seperti kereta. Mengitari teras-teras kelas dengan suara bersahut-sahutan menghafal hadits yang mereka temukan di lapangan sampai hafal dan lancar. Berulang-ulang mereka berkeliling sekolah, seolah tak mau berhenti karena hati mereka senang. Apalah kuasa semua perjalanan, termasuk perjalanan kereta hadits mereka dibatasi oleh waktu. Kini mereka secara berkelompok duduk menyelesaikan akhir perjalanan. Dengan menuliskan laporan perjalanan kereta hadits, yang sudah terselip di amplop yang mereka terima tadi.
Masih dengan canda tawa, mereka asyik menuliskan laporan perjalanan sebagai tanda paham terhadap materi pembelajaran hari ini. Selesai penulisan laporan, dengan senangnya mereka berjalan bak kereta menuju kelas. Langkah kereta dengan diiringi suara lantunan hadits tentang menuntut ilmu yang mereka hafal dari kegiatan bermain hari ini. Senang pula hati gurumu ini, Nak. Mereka berhak bahagia dalam hidupnya dan berhak bahagia juga di sekolah ini. Dan ku dengar suara lantang muridku yang gagah dan tinggi menjulang:“Bu guru...  Aku masih suka bermain kereta-keretaan ! Yuk Bu besok main lagi!”.
Sederhana, belajar bermakna yang membuat mereka bahagia dan tangguh dalam hidupnya. Belajar dengan mengoptimalkan potensi yang Allah berikan kepada mereka. bukan hanya mata, telinga, dan tangan saja. Seperti mereka saat belajar di kelas duduk mendengarkan penjelasan sang guru. Seakan Gurulah yang berkuasa. Tapi kaki dan hati mereka juga bergerak. Untuk belajar mencari dan menemukan  cahaya ilmu dengan kebahagiaan, kebersamaan serta ketaqwaan. Sehingga mereka akan menjadi generasi tangguh dengan berbagai pengalaman belajar, karena ada amanah yang harus mereka pikul. Karena orang-orang besar tidak begitu saja terlahir ke dunia. Mereka ditempa, diukir, dan dilukis oleh pendidikan yang baik. Dan kitalah (guru) salah satu pelukis yang mereka tunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Ya...